Senin, 04 April 2011

10 FORMULA HENTIKAN TAWURAN PELAJAR DI KOTA SUKABUMI


Oleh: Dudung Koswara
(praktisi pendidikan pemerhati peserta didik)


Pada hari Jum'at, 11 Maret 2011 surat kabar lokal paling populer di Sukabumi yakni Radar Sukabumi memberitakan tentang tawuran pelajar di Kota Sukabumi. Tawuran pelajar ini menjadi “istimewa” karena sehari sebelumnya 9 Maret 2011 ada MoU antar pelajar untuk menciptakan perdamaian dan anti tawuran di Kota Sukabumi. MoU untuk tidak tawuran nampaknya tak bermakna, ditandai dengan tawuran yang terus terjadi. Sebuah penomena peserta didik yang sepertinya tidak pernah mau selesai. Beberapa bulan penulis perhatikan nampaknya sebagian pelajar di Kota Sukabumi ini masih tetap ngeyel dengan kenakalannya. Realitas ini menjadi tamparan memalukan bagi dunia pendidikan di Kota Sukabumi, karena disisi lain prestasi Kota Sukabum cukup gemilang baik tingkat regional maupun tingkat nasional.

Kota Sukabumi adalah kota adminisratif yang istimewa, dalam artian segala hal yang terjadi di Kota Sukabumi akan cepat terakses pada semua lapisan masyarakat. Ada ungkapan familier dimasyarakat Kota Sukabumi sering terdengar bahwa “di Kota Sukabumimah jarum leungit oge bisa kapanggih”, ini memiliki pengertian bahwa hal sekecil apapun yang terjadi di lingkup Kota Sukabumi aka menjadi wacana dan permasalahan bersama. Ungkapan sosial ini mendorong kita untuk lebih hati-hati dalam bersikap dan bertindak di Kota Sukabumi. Hal inipun termasuk pada segala perilaku yang berkenaan dengan pelajar di Kota Sukabumi, akan menjadi “jarum besar” bagi masyarakat Kota Sukabumi. Penomena pelajar tawuran di Kota Sukabumi telah menjadi “jarum besar” yang menusuk dunia pendidikan bukan jarum hilang lagi bahkan hal ini menjadi permasalahan bersama, terutama pihak-pihak yang terkait langsung.


Kematian Ade Sugiana (16) siswa SMK Kartika Candra dalam insiden tawuran di Cicurug 5 Pebruari 2011 dan beberapa peristiwa mengagetkan lainnya, semakin meneguhkan ada gejala radikalisme sebagian pelajar di Sukabumi. Sungguh sebuah perilaku yang kelewat batas ketika segerombolan pelajar melukai teman pelajar lain yang dianggap sebagai musuh sampai merenggut nyawanya. Bagaimana nasib bangsa kedepan kalau generasi muda remaja pelajarnya saling berhadapan untuk membinasakan? Penulis pernah mewawancara seorang siswa yang harus rela sebelah matanya tak dapat melihat lagi karena resiko sebuah tawuran. Penulis pernah mewawancara seorang siswa yang tangan sebelah kanannya harus dioprasi 20 jahitan dan terbaring semingu di rumah sakit. Sebuah fakta yang memberikan pesan bahwa tawuran telah menjelma menjadi sebuah “ritual ekstrim” remaja pelajar dalam mengaktualisasikan diri secara menyimpang.



Data di Jakarta tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. Terlihat dari tahun ke tahun jumlah perkelahian dan korban cenderung meningkat. Bahkan sering tercatat dalam satu hari terdapat sampai tiga perkelahian di tiga tempat sekaligus (Tambunan, dalam e-psikologi, 2001). Meningkatnya kasus tawuran di kota besar “amit-amit” jangan terjadi di tempat kita Kota Sukabumi, walaupun kita mulai merasakan indikasinya. Jangan ada Ade Sugiana-Ade Sugiana yang lainnya, cukup sampai disana.

Dalam harian Radar Sukabumi 30 Maret 2011 ada warga Kota Sukabumi yang khawatir Sukabumi menjadi kota tawuran, sebuah komentar pesimis kritis dengan penanganan siswa tawuran. Wakil Walikota Sukabumi, Doktor H. Mulyono, M.M., berpendapat , bahwa tensi dan kuantitas tawuran di Kota Sukabumi, mengalami penurunan secara drastis, namun kualitasnya mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Kapolres Kota Sukabumi, AKBP Anwar mengatakan seandainya ada siswa bergerombol sebaiknya segera dilaporkan pada polisi.Pernyataan perwira polisi ini menjelaskan betapa mudahnya terjadi tawuran pelajar di Kota Sukabumi, sampai-sampai pelajar bergerombol saja harus dilaporkan. Suara masyarakat dan suara birokrat diatas, menurut penulis adalah sebuah ungkapan objektif yang menjelaskan tentang penomena tawuran pelajar yang masih kental. Ini adalah permasalahan bersama yang harus ditanggulangi bersama dengan langkah-langkah cerdas dan mendasar.

Kenakalan Remaja/Pelajar
Tawuran adalah ekspresi kenakalan remaja pelajar. Apa sebenarnya kenakalan remaja itu? Mengapa terjadi kenakalan remaja? Mengapa mereka bersikap anti sosial? Mengapa mereka mengabaikan nilai-nilai kemanusian? Ada apa dengan manusia diusia mereka? Kartono, ilmuwan sosiologi menjelaskan kenakalan remaja (juvenile delinquency) merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang". Santrock mengataka "Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal."

Kenakalan remaja biasa disebut dengan istilah Juvenile berasal dari bahasa Latin juvenilis, yang artinya anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja, sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin “delinquere” yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat ribut, pengacau peneror, durjana dan lain sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis).

Mussen dkk (1994), mendefinisikan kenakalan remaja sebagai perilaku yang melanggar hukum atau kejahatan yang biasanya dilakukan oleh anak remaja yang berusia 16-18 tahun, jika perbuatan ini dilakukan oleh orang dewasa maka akan mendapat sangsi hukum. Hurlock (1973) juga menyatakan kenakalan remaja adalah tindakan pelanggaran hukum yang dilakukan oleh remaja, dimana tindakan tersebut dapat membuat seseorang individu yang melakukannya masuk penjara.

Conger (1976) & Dusek (1977) mendefinisikan kenakalan remaja sebagai suatu kenakalan yang dilakukan oleh seseorang individu yang berumur di bawah 16 dan 18 tahun yang melakukan perilaku yang dapat dikenai sangsi atau hukuman. Sarwono (2002) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Fuhrmann (1990) menyebutkan bahwa kenakalan remaja suatu tindakan anak muda yang dapat merusak dan menggangu, baik terhadap diri sendiri maupun orang lain. Santrock (1999) juga menambahkan kenakalan remaja sebagai kumpulan dari berbagai perilaku, dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial sampai tindakan kriminal.

Kenakalan remaja yang diidentifikasi penulis adalah munculnya kenakalan dalam bentuk tawuran, sebuah ekspresi pelajar yang tak dapat dipertanggung-jawabkan secara sosial dan secara moral. Beberapa literatur diatas menjelaskan tentang definisi tentang kenakalan remaja dimana salah satu kenakalan yang menonjol di Kota Sukabumi adalah perilaku tawuran. Tawuran sebuah kenakalan remaja yang berkecenderungan untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang dilakukan remaja di bawah umur 17/18 tahun.

Penyebab Kenakalan Remaja/Pelajar
Perilaku 'nakal' remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Faktor internal yakni krisis identitas perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja.. Kontrol diri yang lemah membuat remaja tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima, dengan tingkah laku yang tidak dapat diterima. Kontrol diri yang lemah sementara kepenasaran yang tinggi akan terseret pada perilaku 'nakal'. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya. Kontrol diri yang lemah akan semakin bermasalah ketika mereka berkumpul dengan sesamanya yang sama-sama masih remaja. Pisik yang sedang tumbuh, kepenasaran sedang kuat-kuatnya didukung dengan semangat kelompok seusia/sebaya, jadilah sebuah sikap menonjol yang asosial. Self control yang lemah menjadi pintu masuk stimulus negatif yang berujung pada respon/tindakan yang menyimpang.

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap munculnya tindakan menyimpang adalah keluarga. Keluarga adalah realitas awal remaja mengenal dunia nyata, “kesan pertama” dalam keluarga adalah edukasi awal bagi remaja dalam memandang dunia nyata. Kalau kondisi sebuah keluarga berantakan (broken home) maka dapat dipastikan sianak remaja akan mengalami kebingungan identitas. Bila keluarga menjadi dasar pengenalan remaja pada dunia nyata didalamnya sering terjadi tindakan yang menyimpang maka dipastikan sianak remaja akan terpengaruh oleh kondisi ini. Keluarga yang well educated (berpendidikan) punya pengaruh besar dalam mencetak generasi muda potensial, begitupun sebaliknya keluarga yang bermasalah secara tidak langsung sedang mencetak generasi yang bermasalah. Generasi bermasalah inilah yang kemudian akan melahirkan berbagai tindak asosial dan perilaku merusak diri. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.

Selain masalah kondisi rumah yang berkontribusi pada permasalahan remaja ternyata ada hal lain yang berpengaruh pula yakni teman sebaya yang kurang baik. Pepatah bijak mengatakan siapa teman kita menentukan siapa kita, ini menjelaskan bahwa seorang pelajar dengan siapa ia berteman akan menentukan siap dirinya. Teman sebaya yang buruk secara tidak langsung akan meng-guide remaja pelajar pada hal-hal yang kurang baik, dimana suatu saat akan terakumulasi dan berwujud satu bentuk perilaku dan tindakan menyimpang. Penulis sering sekali berkomunikasi dengan orang tua peserta didik yang sudah tak berdaya melakukan polarisasi perilaku pada anaknya karena dikalahkan oleh polarisasi perilaku teman sebayanya. Kuatnya pengaruh teman sebaya pernah penulis dengar dan terlontar dari mulut seorang pelajar yang mabuk, ditengah kesadarannya yang bermasalah ia mengatakan “ segala hal yang ia lakukan__perbuatan buruknya__ demi sebuah pertemanan dan kesetikawanan. Nampaknya kawan sebaya menjadi prioritas dibanding guru dan orang tuanya sekalipun, sebuah sikap dan pilihan yang adil dan baik versi mereka.

Satu variabel penting lagi mengapa pelajar menjadi berperilaku menyimpang? Dari beberapa literatur menjelaskan bahwa komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik sangat berpengaruh pula pada perilaku remaja pelajar kita. Beberapa orang tua siswa pernah berkonsultasi pada penulis dan menjelaskan tentang kenakalan anaknya karena lingkungan teman bermain. Menurut orang tua siswa pada penulis, sebuah lokasi padat penduduk di Kota Sukabumi, sebut saja daerah Tipar telah menjadi penyebab seorang siswa jadi berprilaku menyimpang. Sebuah realitas yang memalukan ketika seorang remaja pelajar yang melakukan tindakan menyimpang mengaku dirinya berasal dari daerah Tipar, sepertinya daerah Tipar menjadi jaminan bahwa perilakunya akan ditolerasni oleh orang lain.

Nama daerah Tipar telah dirugikan karena diidentikan dengan jaminan keamanan kalau melakukan sebuah kenakalan. Aneh memang di Kota Sukabumi seorang pelajar/pemuda seperti membusungkan dadanya ketika ia meyebut dirinya dari kampung Tipar. Memang sering penulis menyelesaikan masalah perkelahian dan tawuran ada kaitannya dengan remaja pelajar yang berasal dari daerah Tipar. Inilah peranan lingkungan yang berpengaruh pada pola perilaku remaja pelajar kita. Penomena daerah tipar mengingatkan kampung kelahiran penulis di daerah Bongas Tasikmalaya yang memliki kemiripan, dimana suatu daerah identik dengan kenakalan pelajar atau pemudanya. Kampung kelahiran penulis menjadi enemy bagi kampung yang lain karena kenakalan remajanya. Sebuah lingkungan yang mempengaruhi prekembangan remaja pelajar yang tumbuh dan berkembang didalamnya.

Langkah yang telah ditempuh
Beberapa langkah baik telah ditempuh di Kota Sukabumi dari mulai MoU untuk tidak tawuran sesama pelajar, sosialisasi kesekolah-sekolah melalui kepolisian, sampai pada sosialisasi dan patroli keliling petugas kepolisian dan petugas Dinas Pendidikan Kota Sukabumi. Upaya pemerintah dan kepolisian terus berjalan,bahkan patroli yang dilakukan Polisi bersama TNI. Anggota DPRD, para tokoh agama, dan lapisan masyarakat lainnya telah ambil bagian dalam upaya meminimaslisir tawuran pelajar di Kota Sukabumi.

Langkah-langkah yang telah dilakukan dalam menanggulangi berkembangnya tawuran pelajar di Kota Sukabumi sepertinya sudah cukup baik, tetapi bukti empiris dari realitas yang terjadi menjelaskan bahwa langkah-langkah yang sudah ada harus di evaluasi kembali, mengingat terus berkembangnya tawuran pelajar di kota yang mengutamakan jasa pelayanan pendidikan ini. Wali Kota Muslikh Abdussyukur, cukup dikecewakan dengan segala reaksi dan agresifitas pelajar Kota Sukabumi yang terus berkembang.

Sepertinya berbagai upaya yang telah dilakukan seperti nenebas pohon enteh, hilang sementara tapi kemudian muncul kembali. Tindakan preventif, kuratif, dan refresif pada pelajar Kota Sukabumi tidaklah mudah, mengingat mereka dalam usia labil dan serba ingin mencoba. Berkomitmen dengan “manusia” di usia ini menurut penulis lebih banyak spekulasinya daripada tanggung-jawab dan komitmenyna. Perlu sebuah langkah lebih cerdas dan mendasar dalam menyelesaikan problematika tawuran pelajar ini. Petugas kepolisian, ahli agama, satpol PP dan TNI __maaf__ tidak bemanfaat banyak dalam menyelesaikan masalah tawuran ini. Hal ini menurut penulis karena permasalahan diselesaikan atau dilihat dari depan dan menggunakan pendekatan sanksi. Padahal jauh lebih kedalam menurut hemat penulis hanya langkah edukasi yang humanis yang dapat menyelesaiakn masalah tawuran pelajar ini.


10 Formula Anti Tawuran Pelajar
Menurut hemat penulis ada beberapa langkah edukatif humanis yang dapat dilakukan dalam menanggulangi dan meminimalisir tawuran pelajar di Kota Sukabumi. Beberapa siswa yang terindikasi dan terdata sebagai pelaku tindak kekerasan / tawuran diperlakukan dengan sepuluh langkah edukatif humanis. Pemda Kota Sukabumi bersama Dinas Pendidikan membentuk tim khusus__didalamnya banyak melibatkan guru-guru terbaik__untuk membentuk satuan pelayanan peserta didik yang bermasalah. Pemda dan Dinas Pendidikan mengalokasikan dana khusus untuk oprasional kegiatan ini, nama baik dan citra Kota Sukabumi harus “dibeli” dengan membiayai oprasional secara memadai kegiatan tim khusus ini. Boleh saja tim ini diberi nama TEPS (Tim Edukasi Pelajar Sukabumi) Penulis yakin bahwa guru-guru terbaik yang terpilih/ditunjuk khusus oleh pemda/dinas pendidikan , akan lebih dapat diterima pelajar dibanding polisi, satpol PP, TNI dan masyarakat lainnya, guru yang baik bagaikan pawang ular bagi siswanya. Tim ini bertugas melakukan 10 langkah stratejik dalam melakukan approach khusus terhadap semua siswa yang terindikasi tawuran. Langkah-langkah setratejik yang harus dilakukan oleh Tim Edukasi Pelajar Sukabumi (TEPS) ini adalah:

Pertama data semua sekolah yang sering terlibat tawuran, lakukan sosialisasi edukasi yang baik. Jangan sekali-kali mengeksekusi mereka dengan perkataan dan tindakan fisik yang merendahkan harga diri mereka. Tindakan tidak menyenangkan dan merendahkan harga diri seorang remaja pelajar akan berdampak tidak baik pada komunikasi selanjutnya. Perlu diingat bahwa merubah rerilaku peserta didik perlu proses yang berkesinambungan, jangan terlalu menuntut harus berubah total tapi guide ia supaya berubah walaupun perlahan. Dalil-dali agama yang menjelaskan kesalahan perilaku mereka tak kurang befungsi dalam usia mereka. Pendekatan humanis dialogis lebih dapat diterima. Apa yang mereka pahami menjadi jalan masuk pada dunia mereka, mari kita masuk pada mereka dan jelaskan bahwa sebenarnya bagaimana kehidupan hari ini dan masa depan mereka kelak. Berikan motivasi dan arahan yang masuk akal menurutnya.

Kedua kenali lebih baik siapa sebenarnya mereka? Ketahui nama dan identitas lainya dekati secara apresiatif, segala kesalahan mereka yang telah diperbuat jelaskan sebagai sebuah kekhilapan yang tak harus diulangi kembali. Hargai/apresiasi kelebihan lain yang ada pada dirinya jasmaninya ataupun hal istimewa lainnya, karena pada dasarnya Tuhan menciptakan setiap individu dengan “sesuatu” yang istimewa yang ada pada dirinya. Orang lain mengetahui nama kita dan kita tidak mengenalnya adalah sebuah surprise tersendiri bagi sipemilik nama. Istimewakan mereka secara objektif dan tidak lebay atau berlebihan. Seorang Walikota menyebut nama seorang pelajar bermasalah di muka umum dalam acara formal ataupun non formal dengan baik, akan diingatnya seumur hidup. Tidak menutup kemungkinan peristiwa ini menjadi awal perubahan masa depannya.

Ketiga berkunjung kerumah mereka dan bersilaturahmi dengan orang tuannya. Kunjungan ini akan menjadi peristiwa penting bagi mereka apalagi kita dapat “akrab” dengan pihak keluargannya. Orang tua dan rumah adalah sosok dan tempat dimana mereka dibesarkan, kunjungan kita secara tidak langsung telah memberikan perhatian khusus secara humanis. Perlu dibuat alasan bahwa kunjungan tidak harus karena masalah yang sedang berkembang, tetapi ada kepentingan ingin menjalin silaturahmi dan kekeluargaan. Bila kita dapat menjadi bagian keluarga maka mereka akan jauh lebih menghargai. Kunjungan yang tulus dan bermakna akan menanamkan komitmen positif pada mereka,cepat ataupun perlahan.

Keempat berikan ruang ekspresi dalam bentuk wadah kegiatan kesukaan mereka. Masuklah melalui kesenangan mereka, sekolah tempat ia belajar harus mampu memfasilitasi kesenangan mereka karena usia remaja adalah usia kelebihan enerji , sehingga enerjinya harus diurai dengan kegiatan-kegiatan positif di sekolah dengan pendampingan guru khusus. Enerji remaja yang tidak diwadahi akan mengalir pada kegiatan lain diluar sekolah, bahayanga kegiatan diluar sekolah itu liar dan tanpa aturan. Kegiatan pengembangan diri dalam bentuk Olah-raga, kesenian, kepramukaan, kajian keagamaan, dan kegiatan ekstra kurikuler lainnya di sekolah akan memalingkan pelajar dari kegiatan lain yang tak perlu.

Kelima Tak Kenal Maka Tak Sayang. Ungkapan ini syarat dengan filosofis yang humanis, bila mereka mengenal seseorang maka ia bisa menjadi teman tapi bila mereka tidak mengenal seseorang maka ia menjadi orang lain. Mengenal orang lain akan menciptakan subjektifitas pada diri mereka sebagai remaja, maka akan lebih mudah didamaikan seseorang yang bertengkar bila mereka saling mengenal. Langkah kelima ini harus mengusahakan bila ada dua sekolah pelajarnya terlibat tawuran maka segera lakukan rekonsilisasi dengan melibatkan mereka. Usahakan ada lawatan dan kunjungan yang berbalasan dengan diasuh oleh tim guru khusus. Ending dari lawatan dan kunjungan antar sekolah yang terlibat tawuran ini adalah saing mengenal, terjadi persahabatan dan lahirlah istilah “ sudah mengenal dan sudah bersahabat”.

Keenam berikan bantuan atau santunan. Menurut beberapa penelitian tentang kenakalan remaja faktor golekmah (golongan ekonomi lemah) menjadi sebagian latar belakang sebuah kenakalan remaja terjadi. Pergaulan remaja zaman sekarang yang cenderung konsumtif semakin menyuburkan tindak kenakalan bagi remaja dari keluarga yang tidak mampu. Bantuan berupa kebutuhan alat-alat sekolah serta biaya sekolah akan menjadi hal istimewa bagi mereka, bantuan bisa menjadi “kendaraan” dalam menyetir perilaku mereka. Perhatian dalam bentuk bantuan segala keperluan sekolah mereka, dapat menjadi pengikat secara mental pada mereka.

Ketujuh berikan peranan dan tanggung-jawab untuk mengerjakan dan melakukan sesuatu yang ia sukai. Biarkan mereka merasa berharga dengan adanya kepercayaan dari kita (tim khusus), jangan takut dikhianati. Peranan mudah yang diberikan akan mampu memalingkan mereka dari kegiatan lain yang kurang baik yang ujung-ujung terakumulasi menjadi sesuatu yang jahat. Semua manusia memiliki perasaan ingin dihargai, begitupun mereka, diberi peranan berarti dipercaya untuk mengerjakan sesuatu. Usahakan peranan atau tugas bukan sesuatu yang sulit tapi yang wajar dan mudah. Dipercaya mengerjakan tugas__apalagi tugasnya berkaitan dengan kegemarannya__adalah sebuah kehormatan dalam usia yang sedang mencari identitas dan serba ingin tahu. Tim khusus harus bekerjasama secara sinergis.

Kedelapan lakukan kerjasama yang maksimal dengan sekolah (guru dan kepala sekolah) untuk melakukan pengawasan humanis dan pendekatan yang demokratis dengan para siswa yang nakal. Membuat MoU dengan semua sekolah yang terindikasi rawan tawuran, serta melaksanakan silaturahmi terjadwal untuk mengukur dan mengetahui sejauh mana perkembangan radikalisme pelajar di sekolah. Memberikan masukan pada sekolah agar tercipta iklim pelajar yang kondusif dan pelan tapi pasti meninggalkan radikalisme. Membuat selogan-selogan yang berisikan saran dan kata-kata menyemangati para pelajar. Guru-guru diarahkan untuk lebih kompeten dan professional serta memiliki nilai plus secara kolektif yakni apresiatif dan “dekat” pada siswa. Apresiasi dan kedekatan akan meminimalisir gejolak radikalisme pelajar yang cenderung mencari sensasi dan ingin tampil “beda”. Upayakan penghargaan dari sekolah/guru dikemas dalam cara dan gaya yang wajar serta dapat dimengerti oleah siswa. TEPS (Tim Edukasi Pelajar Sukabumi) terus mengevaluasi perkembangan pelajar “nakal” sambil berjalan melakukan tindakan-tindakan edukasi yang humanis dan apresiatif.


Kesembilan mengadakan kegiatan rutin berupa Out Bond dan rekreasi khusus sebagai media
menyatukan hati sesama pelajar. Permainan yang menantang dan menyenangkan akan mengurai spirit radikalisme dan apatisme terhadap lingkungan sosial. Remaja pelajar yang cenderung serba ingin mencoba serta control diri yang lemah memerlukan teman dewasa untuk membimbingnya. Proses pertemanan dan pendewasaan dapat disisipkan pada materi out bond, tentu saja dengan instruktur yang ahli. Setiap akhir kegiatan diadakan dialog dan belajar berkomitmen. Berbagai kegiatan yang menarik bagi remaja pelajar akan memalingkan mereka dari hal-hal yang kurang baik, sebaliknya remaja pelajar tanpa bimbingan dan arahan orang dewasa akan beresiko berkembang tanpa arah. Perkembangan remaja tanpa arahan apapun mungkin dapat terjadi, kondisi inilah biasanya yang melatar belakangi munculnya geng atau komunitas kreatif asosial muncul. Out bond dan rekreasi setidaknya akan menjadi media transfer nilai-nilai budi pekerti, kedisiplinan , kecerdasan serta kekompakan.


Kesepuluh mengadakan trainer motivasi secara rutin kepada mereka. Seorang trainer motivator yang berpengalaman akan memberikan motivasi dan inspirasi pada mereka untuk menjadi pelajar yang baik. Presentasi dan inspiring story yang mereka dengarkan akan merubah mind set mereka secara pelan tapi pasti. Merubah manusia pada dasarnya adalah merubah pola pikir dan konsep diri yang melekat padanya. Perasaan remaja pelajar dapat “dipermainkan” oleh trainer profesional untuk kepentingan positif menuju perubahan yang lebih baik untuk masa depannya. Kenakalan pelajar yang ada di Sukabumi menurut hemat penulis kecil kemungkinan muncul dari keluarga yang harmonis, berpendidikan dan sejahtera. Berdasarkan pengalaman penulis pelajar bermasalah kebanyakan muncul dari keluarga yang bermasalah pula. Mas’alah ekonomi, perceraian, kesibukan orang tua, kasih sayang berlebihan, pendidikan yang terlalu keras, orang tua meninggal, serta kurangnya keteladanan .


Bagi penulis hakekatnya tidak ada yang salah pada remaja kita tetapi yang salah adalah kita orang dewasa yang kurang apresiatif pada mereka. Mereka adalah generasi yang sedang tumbuh dan berkembang secara alami, kondisi mencetak mereka menjadi demikian (suka tawuran). Kesalahan kita terletak pada pendidikan informal keluarga, pendidikan formal di sekolah dan non formal di masyarakat. Karena “kita” yang bersalah maka mari kita tebus kesalahan kita dengan upaya maksimal kita dalam menanggulangi tawuran pelajar di Kota Sukabumi. Jangan ragu melangkah untuk memperbaiki generasi muda karena memperbaiki mereka adalah investasi keberlangsungan Kota Sukabumi khususnya umumnya NKRI yang kita cintai. Pesan penulis “sangat susah memperbaiki bangsa karena banyak langkah yang harus dilakukan , tetapi sangat mudah menghancurkan bangsa cukup satu langkah yakni abaikan saja generasi muda”. Hidup menjadi berarti ketika sebelum kita kembali pada-Nya kita sudah meregeneret satu atau dua individu yang bermanfaat dan memiliki keunggulan sebagai hamba-Nya. Demkian konsep menghentikan tawuran di Kota Sukabumi menurut hemat penulis semoga ada manfaatnya. Learning continuous and never ending improvement.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar