Kamis, 10 Juni 2010

BIROKRASI RAMAH LINGKUNGAN MEMBENTUK KARAKTER MASYARAKAT PEDULI LINGKUNGAN

Oleh : Dudung Koswara

“Ketika pohon terakhir telah di tebang, sungai terakhir telah tercemari dan ikan terakhir telah ditangkap , kita akan sadar bahwa uang tidak bisa dimakan…” Pesan Greenpeace ini mencoba memberikan penyadaran dini pada masyarakat manusia yang mengindikasikan tak pernah mau peduli pada kepentingan lingkungan tempat dimanan kita hidup. Kepentingan akan uang dan sesuatu yang lainnya dimata komunitas pencinta lingkungan telah mengaborsi keberlangsungan harmonitas lingkungan. Manusia sebagai mahluk money oriented dicoba disadarkan dengan pesan diatas dari komunitas pecinta lingkungan yang sama pengguna uang tetapi tidak menggunakan uang dengan merusak lingkungan tempat siapapun melangsungkan hidupnya. Tuhan tidak menciptakan uang tetapi menciptakan lingkungan hidup tempat dimana kita melangsungkan regenerasi. Mewariskan uang pada anak cucu kita tidaklah lebih penting dibanding mewariskan lingkungan kehidupan alam yang harmoni, uang dapat dicetak bahkan dipalsukan lingkungan tidak.

Almarhum Prof. Dr. Ir. Otto Soemarwoto “begawan” Lingkungan Hidup Indonesia yang juga memiliki reputasi internasional mengkritk keras tidak hanya kepada kita sebagai individu warga masyarakat tetapi juga pada pemerintahan di negeri ini, ia mengatakan ”Pembangunan yang dilaksanakan negara ini sejak tahun 1971 tidak melibatkan lingkungan,”dalam pemikiran beliau pembangunan ekonomi selalu lebih dominan dan meminggirkan kepentingan lingkungan. Pesan Prof. Otto dalam pembangunan yang berkelanjutan hendaknya memikirkan tiga hal penting yakni, ekologi, ekonomi dan sosial. Para pengambil kebijakan dinegeri ini tidak merencanakan pembangunan dengan baik (tidak berkelanjutan), yang muncul adalah pembangunan selalu bertentangan dengan lingkungan hidup. Spirit Prof. Otto tidak jauh berbeda dengan komunitas Greenpeace di atas yang mencoba memberikan skala prioritas pada kepentingan lingkungan hidup. Orientasi ekonomi (uang) tanpa pemahaman tentang pentingnya kecintaan dan kepedulian pada lingkungan akan melahirkan mental menumpuk uang menghancurkan ekologi (ekosistem) yang merupakan warisan bangsa yang terus harus dijaga kelestariannya. Lingkungan hidup yang tidak dijaga dan dilestarikan (konservasi) akan berubah menjadi lingkungan mati, kebalikan dari lingkungan hidup.

Tulisan singakat sederhan ini mencoba mengupas betapa pentingnya kepedulian pada lingkungan (environmental ethic) bagi setiap warga masyarakat Indonesia, selain berbagai upaya yang dilakukan oleh individu atau komunitas pecinta lingkungan tertentu, penulis menganggap perlunya upaya yang maksimal dari pemerintah. Pemerintah pusat sampai pemerintah daerah harus memiliki sebuah komitmen yang kuat dan serius dalam mengaplikasikan pemeliharaan dan kelestarian ligkungan. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Bab II pasal 2 ditegaskan bahwa Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan berdasarkan tanggung jawab Negara. Pemerintah atau Negara harus menjadi skenario dan sutradara handal dalam mebentuk kesadaran kolektif tentang urgensitas dan strategisnya ekologi kita, inilah yang dimaksud penulis Birokrasi Ramah Lingkungan.

Birokrasi (pemerintah) harus mampu memberikan pencerahan dan motivasi kreatif pada masyarakat untuk mencintai lingkungannya, bila perlu membiayai, dan memberikan reward khusus pada masyarakat atau individu yang memiliki kepekaan lebih pada lingkungannya. Penulis sangat terkesan ketika berkunjung ke Kota Tomohon - Sulawesi Utara setahun yang lalu, pemerintah Kota Tomohon selain memiliki Hutan Kota sebagai manifes cinta lingkungan juga diterapakan sistem birokrasi tanam pohon. Birokrasi tanam pohon ini maksudnya adalah sebuah upaya pembiasaan bagi warga Kota Tomohon untuk peduli pada lingkungannya, disana diterapkan budaya menanam pohon dulu sebagai prasyarat mengurus kepentingan birokrasi. Contoh sederhananya adalah ketika seorang warga mau mengurus KTP-nya maka ia diwajibkan menanam pohon dan mengurusnya. Sebuah upaya cinta lingkungan yang disutradarai oleh pemerintah (birokrasi) setempat. Logo Pemkot Tomohon dengan gambar nuansa pegunungan yang hijau sepintas menyiratkan pesan filosofis “ marilah kita jaga kelestarian lingkungan kita yang indah dan nyaman”, tidaklah heran kalo Kota Tomohon mendapat julukan Kota Bunga, bahkan menjadi tempat berkunjungnya para turis baik domestic maupun luar negeri. Mengapa tidak birokrasi pemerintah daerah di seluruh Indonesia mengadopsi kebijakan ramah lingkungan seperti Kota Tomohon.

Ada memorial inspiratif dari Raja Nebukadnezar II yang memerintah dari tahun 605-562 SM membuat sebuah taman yang indah untuk permaisurinya yang bernama Amytis bagi penulis ini adalah sebuah upaya penanaman kecintaan birokrat pada keasrian lingkungan. Bagaimana sebuah Taman Bergantung dibuat sebagai miniatur lingkungan yang ideal, walaupun Nebukadnezar mempersembahkan untuk permaisurinya tetapi secara tidak langsung ia mempersembahkan pada masyarakatnya bahwa betapa pentingnya keasrian lingkungan. Lebih jauh miniatur lingkungan asri Nebukadnezar ini menginspirasi para sastrawan dan sejarawan pada zamannya untuk menuliskan tentang keindahannya, bahkan masuk kategori tujuh keajaiban dunia. Indah nian kalau semua keajaiban dunia ramah lingkungan dan tidak sebaliknya merusak lingkungan.

Berbeda dengan Nebukanezar sebagi seorang raja, seorang masyarakat biasa yang kebetulan sekampung halaman dengan penulis di Pancatengah Tasikmalaya bernama Abdul Razak begitu luar biasa kepedulian pada lingkungan , terbukti ia mendapat penghargaan Kalpataru dari Presiden Suharto tahun 1987. Sumbangsih Almarhum Abdul Razak pada lingkungan dan masyarakatnya begitu terasa, bagaimana 30 hektar sawah-sawah kering berubah menjadi produktif, bagaimana menciptakan listrik energy air mengerakan turbin yang menerangi masyarakat sekitar. Kebermanfaatan seorang rakyat biasa menjadi individu yang luar biasa karena kepeduliannya pada lingkungan. Abdul Razak membuat saluran air sepanjang 3 km melintasi bukit, tebing batu cadas , menerobos melubangi bukit sepanjang 200 meter, masih sangat kuat ingatan penulis ketika menyusuri saluran irigasi yang beliau buat, sungguh mustahil tapi terbukti. Abdul Razak dan Ma Eroh adalah pahlawan lingkungan yang patut diteladani, tidaklah berlebihan bila Pemda Tasikmalaya membuatkan patungnya di alun-alun tengah kota.

Birokrat ramah lingkungan serta warga masyarakat cinta lingkungan mampu menjadi kolaborasi strategis bagi kelestarian lingkungan dan keberlangsungan ekosistem secara berkelanjutan. Birokrasi dari atas membimbing dengan memberi contoh dalam oprasional kongkrit berupa kebijakan-kebijakan program yang peduli lingkungan. Individu teladan seperti Abdul Razak, Mak Eroh dan yang lainnya sebagai tringger bagi masyarakat sekitarnya untuk bahu-membahu melestarikan kepentingan lingkungan. Terutama pemda setingkat kota dan kabupaten diseluruh Indonesia hedaknya apresiatif dan proaktif dalam menjaga kelestarian lingkungan dengan terjun langsung melalui petugas yang ditunjuk, bahkan penghargaan yang baik terhadap individu lokal yang peduli pada lingkungan harus diagendakan secara serius. Apresiasi istimewa pemda pada warganya akan mendorong warga masyarakat untuk peduli pada lingkungannya.

Sinerjitas birokrat dan masyarakat terhadap lingkungan adalah harapan dan investasi yang baik bagi keberlangsungan tata-kelola lingkungan. Birokrasi yang ramah lingkungan merupakan tindak lanjut dari Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009, akan menggiring masyarakat untuk meberdayakan dirinya dalam menjaga kelestarian lingkungan yang merupakan kepentingannya sendiri. Penulis beranggapan adanya pembangunan yang mengabaikan kepentingan lingkungan yang dilakukan oleh pemerintah secara tidak langsung menjadi iklan negatif terhadap kecintaan lingkungan. Apalagi bila para birokrat dan pejabat tinggi dengan seenaknya membangun villa-villa mewah di daerah strategis resapan air yang menjadi andalah kehidupan masyarakat. Bentuk protes warga masyarakat terhadap arogansi para pejabat yang tidak bertanggung-jawab bisa berupa aksi ketidak pedulian pada lingkungan bahkan perusakan lingkungan.

Hemat penulis dalam memberdayakan masyarakat agar peduli lingkungan ada sebuah langkah edukatif yakni membangun kemitraan yang baik dengan semua institusi pendidikan terutama setingkat pendidikan dasar dan menengah. Pendidikan kecintaan pada lingkungan perlu diupayakan sejak dini, para peserta didik adalah manusia masa depan yang akan banyak berperan dalam sebuah bangsa. Pemahaman dan praktek mencintai lingkungan perlu diterapkan secara serius di jenjang pendidikan formal mereka secara menyenangkan dan rekreatif. SDN CBM Pakujajar Kota Sukabumi adalah sebuah pilot projek yang baik bagaimana sebuah sekolah tingakat dasar mampu mejadi sekolah terbaik tingkat nasional dan mendapat penghargaan Adiwiyata Mandiri dari presiden di istana negara 5 Juni 2009. Sekolah ini menjadi area studi banding beberapa sekolah di Indonesia, bahkan Kepala Sekolahnya pernah menjadi nara sumber dalam sebuah seminar tingkat nasional.

Kebijakan birokrasi ramah lingkungan yang merupakan agenda setiap pemerintah daerah khususnya dengan menjalin kerjasama dengan semua pihak adalah sebuah upaya yang harus terus ditingkatkan. Masyarakat sebagai mitra pemerintah harus didekati dan diberikan pemahaman secara mendalam tentang strategisnya kepedulian pada lingkungn, peserta didik sebagai individu pelanjut masa depan bangsa harus terdidik lebih dini dan terbiasa menjadi individu cinta lingkungan. Pemberian penghargaan kepada SBY pada saat pembukaan Pertemuan Menteri Lingkungan Hidup sedunia di Nusa Dua Bali dari UNEP PBB sebagai penghargaan khusus “UNEP Award for Leadership in Ocean and Marine Management” atas kepemimpinan dan komitmennya dalam berbagai isu lingkungan global dapat menjadi modal terus melangkah bagi Bangsa Indonesia untuk lebih peduli pada lingkungan.

Kalau kementerian pendidikan lebih konsen pada mencerdaskan kehidupan bangsa maka menteri lingkungan hidup lebih berorientasi pada mencerdas-hijaukan kehidupan bangsa. Anugrah Tuhan yang tak ternilai harganya dengan sebutan Jamrud Kahatulistiwa alangkah bijaksananya kita syukuri dengan perbuatan aplikatif berupa tindakan nyata kepedulian pada kelestarian aneka ragam hayati yang kita miliki. Biarlah semua dosa kita pada lingkungan terampuni dengan tidak mengekspolitasi alam secara tidak bertanggng-jawab. Mari kita mulai dari diri kita sendiri saat ini dan seterusnya, apa yang dapat kita berikan untuk generasi kemudian tiada lain diantaranya adalah kelestarian lingkungan. Jangan sampai mereka menikmati indahnya bumi anugrah Tuhan ini hanya dalam gambar atau animasi belaka. Marilah kita bijak dan santun pada alam yang menurut orang Indian adalah ibu dari semua ibu, merusaknya sama dengan menyakiti seorang ibu. Jauhkan diri kita dari kutukan ibu pertiwi karena perbuatan sombong kita tidak mencintai lingkungan.

Semoga pemerintah sebagai sutradara, masyarakat sebagi aktor mampu berperan protagonis terhadap kelestarian lingkungan, mari berbuat bukan mari melihat. Kisah spiritual tentang seorang lelaki tua menanam biji kurma yang tidak mungkin akan dia nikmati karena sudah ujur, menginspirasi kita untuk berbuat secara ikhlas untuk kepentingan keberlangsungan kehidupan masa depan. Sikap mementingkan prioritas jangka panjang lebih baik daripada prilaku pragmatis serta apatis pada kepentingan yang lebih mulia di masa depan. Semoga Kementrian Lingkunan Hidup bersama Bapak Gusti Muahmmad Hatta lebih baik dan terus berbuat demi ibu pertiwi yang kita cintai.

ORANG TUA DAN GURU PILOT GENERASI HIJAU

Oleh :Dudung Koswara

Sekecil apapun usaha minimal kita dalam merawat lingkungan ekosistem tempat tinggal kita adalah sebuah indikasi luar biasa yang telah diperbuat oleh individu yang mengerti akan pentingnya kelestarian lingkungan. Beberapa pakar lingkungan yang luar biasa cerdas mengarang buku dan sering memberikan “fatwa” tentang pentingya pelestarian lingkungan, menurut penulis tidaklah lebih hebat dari manusia yang tidak pernah baca dan berbicara tentang pentingya pelestarian lingkungan tetapi ia banyak berbuat dalam menjaga dan melestarikan lingkungan. Diperlukan sosok-sosok istimewa yang memiliki kejujuran dan spirit untuk tetap istiqomah dalam berbuat terhadap ligkungan sekitar tanpa motif (ikhlas) pangilan hati yang paling dalam. Sosok-sosok istimewa inilah yang akan mampu mewariskan dan menginspirasi generasi baru untuk menjadi generasi cinta lingkungan (Generasi Hijau)

Bahasa yang popular sebagai jargon lingkungan “Think Globally, Act Locally”, menjelaskan secara tersirat bahwa secerdas dan segaul apapun kita di dunia modern ini tidak ada artinya tanpa berbuat dan melakukan sesuatu yang berbau lingkungan secara ril dilingkungan dimana kita tinggal. Berbuat dan berkarya jauh lebih bermakna tatkala mampu diwariskan pada generasi penerus sedini mungkin sebagai investasi jangka panjang. Penulis yakin bahwa area informal keluarga dan area formal sekolahan mampu menjadi transfer knowledge yang cukup efektif dalam menanamdalamkan nilai-nilai luhur cinta lingkungan. Orang tua dan guru dua pigur yang sangat dapat diandalkan untuk membangun karakter generasi hijau (cinta lingkungan) terhadap usia dini dan usia remaja sebagai pewaris masa depan.

Sebuah tulisan mengilustrasikan negeri kita saat ini dengan kalimat berikut : “Seiring dengan berkembangnya peradaban umat manusia, Indonesia tidak lagi nyaman untuk dihuni. Tanahnya jadi gersang dan tandus. Jangankan tongkat dan kayu, bibit unggul pun gagal tumbuh di Indonesia. Yang lebih menyedihkan, dari tahun ke tahun, Indonesia hanya menuai bencana. Banjir bandang, tanah longsor, tsunami, atau kekeringan seolah-olah sudah menjadi fenomena tahunan yang terus dan terus terjadi. Sementara itu, pembalakan hutan, perburuan satwa liar, pembakaran hutan, penebangan liar, bahkan juga illegal loging (nyaris) tak pernah luput dari agenda para perusak lingkungan. Ironisnya, para elite negeri ini seolah-olah menutup mata bahwa ulah manusia yang bertindak sewenang-wenang dalam memperlakukan lingkungan hidup bisa menjadi ancaman yang terus mengintai setiap saat”.

Tulisan diatas menurut penulis mencoba menjelaskan betapa negeri kita yang diagungkan sebagai negeri terindah bagaikan zamrud kathulistiwa suatu saat akan menjadi negeri rusak dan tak indah lagi. Kepeloporan dalam memahami kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam sangat diperlukan di negeri yang sedang terkoyak oleh individu atau kelompok masyarakat yang tidak bertanggungjawab. Diperlukan sebuah kepedulian dan kecerdasan dalam memanfaatkan sumber daya alam yang memiliki keterbatasan dan memerlukan perawatan agar tetap lestari. Kondisi terabaikannya lingkungan dan sumber daya alam menurut hemat penulis adalah sebuah peluang dan tantangan bagi individu atau masyarakat tertentu untuk melakukan langkah-langkah bijaksana cinta lingkungan.

Melalui tulisan singkat ini penulis mencoba melihat peluang emas pada penanaman nilai-nilai cinta lingkungan yang dapat dilakukan oleh pendidikan keluarga dan pendidikan sekolah, bagi penulis orang tua terhadap anaknya, guru terhadap muridnya berperan sebagai “pilot” yang akan menerbangkan anak pada nilai idealis apa dan mendaratkan pesawatnya di landasan mana. Nilai idealis cinta ekosistem dan mendaratkan karyanya pada konservasi lingkungan, maka jadilah mereka dalam istilah penulis sebagai Generasi Hijau, sebuah estapetsi edukasi dalam upaya pembenahan lingkungan. “Formal learning and informal learning for environmental”, harus ditumbuhkembangkan pada area dasar kehidupan generasi penerus sepanjang jaman.

Peran Orang Tua
Tak terhitung jumlahnya rumah penduduk yang mengindikasikan cinta lingkungan dengan membuat taman rumah yang hijau walaupun jumlahnya sangat jauh melangit dengan jumlah rumah atau keluarga yang apatis terhadap penghijauan di rumahnya. Orang tua yang menata rumahnya dengan cinta lingkungan memelihara berbagai tanaman, merawat dan mengembangbiakan tanamannya, akan menjadi pemandangan keseharian bagi seorang anak sebagai warga rumah. Perawatan lingkungan sekitar rumah dengan melibatkan perhatian dan motorik anak secara tidak langsung orang tua telah melakukan pendidikan sambil berjalan, inilah yang dalam istilah pendidikan disebut learning by doing.

Nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua dalam keluarga akan sangat membekas dan tertanam dalam, apalagi dalam usia dini inilah menurut pakar pedidikan usia dini Maria Montessori sebagai periode terpenting (Gold Period), yang akan memberikan fondasi pada kehidupan kemudian. Jika karakter anak sudah terwarnai oleh mental cinta lingkungan karena pembelajaran tidak langsung oleh orang tua dirumahnya, besar kemungkinan suatu saat ia akan menjadi individu yang sadar lingkungan. Individu-individu sadar lingkungan (Generasi Hijau) Inilah kelak kemudian akan menjadi agen perubahan positif terhadap kelestarian lingkungan. Prof. Dr.Sartono Kartodirdjo menjadi sejarawan terbaik Indonesia karena kesan pertama pada peninggalan bersejarah yang dikenalkan orang tuanya pada masa anak-anak, disinilah peran orang tua akan berdampak dominan bagi masa depan generasi muda kemudian sebagai pewaris lingkungan ekosistem kita.

Peran Guru
Orang pertama yang paling berpengaruh pada anak (generasi remaja) dalam dunia pendidikan formal adalah guru, dalam banyak hal guru mampu membangun perkembangan
kepribadian peserta didik. Peran sentral seorang guru terbukti dalam sejarah Bangsa Jepang pasca kehancuran akibat Perang Dunia ke II, bagaimana membangkitkan sebuah kehancuran total akibat perang dan mengembalikan peradaban membutuhkan peran guru. Pertanyaan yang terkenal saat itu keluar dari mulut Kaisar Hirohito adalah berapa Jumlah guru yang ada? Inventarisasi guru untuk membangun kembali Jepang dari kehancuran adalah skala prioritas, mengapa tidak untuk membenahi generasi kedepan yang lebih baik dalam mencintai lingkungan dengan mediasi guru. Kompetensi paedagogik bahkan andragogik yang dimiliki oleh seorang guru membuka peluang adanya pendekatan humanis dalam membentuk karakter cinta lingkungan. Jadikan semua guru adalah agen cinta lingkunganyang serius dan visioner dalam membentuk peserta didik secara kolektif sebagai individu sadar lingkungan.

Bom Atom di Nagasaki dan Hiroshima dengan efek traumatis kehancuran total pada dua kota ini, beberapa tahun kemudian dibangkitkembalikan dengan bantuan guru sebagai agen perubahan perbaikan Jepang yang terpuruk. Bagaimana kalau bom illegal loging, kebakaran hutan, pencemaran air/tanah, radiasi udara, dan jenis kerusakan lainnya dengan melibatkan guru sebagai tenaga pendidik yang memiliki kemampuan untuk membentuk mind set pada peserta didik, karena peserta didik adalah human investment pada masa yang akan datang. Guru sebagai tenaga pendidik memiliki peluang untuk menjelaskan kondisi lingkungan yang semakin kritis dan mengarahkan tentang pembenahan lingkungan secara kolektif dan memberi contoh melaksanakanny melalui kurikulum sekolah yang terukur dan teratur.

Kesimpulan
Sebagai kesimpulan penulis sangat optimis bahwa peran orang tua dan guru yang sangat mencintai dan peduli lingkungan akan menjadi “pilot” istimewa bagi generasi baru dalam memberikan dasar akan kecintaan lingkungan. Pembangunan berkelanjutan semakin membutuhkan kesadaran kritis akan strategisnya ekosistem demi menjawab kehidupan yang semakin kompetitif dan dinamis. Secara praktek atau teori orang tua dan guru yang peduli lingkungan telah menerapkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungandan Pengelolaan Lingkungan Hidup, , semoga mereka menjadi pejuang yang tak kenal lelah untuk menanamkan nilai-nilai luhur cinta lingkungan. Mari berbuat Karena berbuat dan berkarya selalu lebih baik dari berkat-kata, gambar mewakili seribu kata-kata maka karya istimewa pada lingkungan mewakili jutaan kata-kata.

KONSERVASI HUTAN SELAMATKAN "TORN AIR"

Oleh : Dudung Koswara

“Ya Tuhan mengapa jadi begini”, itulah ungkapan spontan yang keluar dari dalam hati penulis ketika mengamati lingkungan ekosistem saat pulang kampung . Waktu kecil penulis dengan ceria bermain dan memanjakan diri bersamaa teman-teman di sungai yang bersih jernih dan airnya dalam, bahkan terkadag saat menyelam kami berhadapan membuka mata sambil mengeluarkan gelembung udara dari mulut kami. Kondisi alam pada saat penulis kecil sangat mengasyikan memanjakan eksplorasi bermain bersentuhan dengan harum tanah dan dingin air yang alami. Terdapat beberapa mata air bermunculan di tengah areal persawahan dan daerah dataran rendah lainnya, terlihat dari atas ikan-ikan berlarian seperti mengajak __penulis waktu kecil__ bermain dan berenang . Hamparan sawah yang hijau dengan air yang mengair deras masih teringat kuat dalam pikiran penulis, sayang semuanya tinggal kenangan karena kini semuanya telah berubah jauh berbeda.


Pengalaman penulis diatas melahirkan romantika alam desa yang kuat sampai saat ini, nostalgia dan kegelisahan ini mendorong penulis berbagi untuk diskursus tentang lingkungan alam dimanan kita tinggal. Sebuah kehilangan besar seandainya generasi kita kemudian tidak memahami dan mengenali bagaimana alam “perawan” yang pernah ada di lingkungan hidup kita. Keperawanan alam inilah yang memberikan keharmonisan rumah ekosistem kita, sebaliknya lingkungan alam yan sudah terkontaminasi dan serba tereksplorasi akan menghancurpunahkan keharmonisan ekosistem kita.


Pembangunan dan pertumbuhan manusia yang berbanding terbalik dengan bumi yang tidak pernah membesar dan tumbuh seperti manusia melahirkan disharmoni berkelanjutan. Pembangunan dan pertambahan jumlah penduduk selalu tidak identik dengan perbaikan dan pelestarian lingkungan, dalam pemikitran Prof Buya Hamka manusialah pelaku tunggal perusakan lingkungan. Manusia pulalah yang harus bertanggungjawab merekontruksi pembangunan sumber daya alam dan ekosistem kita, membangun tetapi ramah lingkungan dan berkelanjutan serta memiliki sense of environmental etic.


Prof. Dr Emil Salim memiliki konsep bahwa pembangunan itu mesti sustainable (menopang) keberlangsungan ekosistem kita, sustainable development konsep Prof. Emil ini hendaknya terus digiatkan secara bersama-sama dan berkelanjutan. Senapas dengan Prof Emil, pakar pendidikan Dr Wina Sanjaya (2008) menjelaskan bahwa kehidupan alam adalah sebuah sistem yang saling berkaitan dan setip komponen memiliki fungsinya, sehinga menyelesaikan tujuannya keteraturan alami. Keteraturan alami yang baik biasanya hanya ada pada area hutan yang tidak terjamah oleh tangan jail manusia serta alat modern manusia. Hutan termasuk sumber daya alam yang menjadi perhatian penulis yakni kelestarian hutan, hutan dalam pemahaman penulis terbagi kedalam beberapa jenis yakni; hutan wisata, hutan cadangan, hutan produksi/industri, dan hutan lindung. Penulis tertarik dengan hutan karena berfungsi sebagai area resapan dan tampungan air untuk kita yang ada di sekitarnya.


Menurut penulis konservasi hutan adalah wajib bagi semua warga masyarakat yang ada di sekitar tempat tingalnya dan semua masyarakat dunia, semakin banyak upaya konservasi hutan-hutan semakin baik. Karena hutan berfungsi : (1) Sebagai paru-paru alam, Tanaman sebagai elemen hijau, pada pertumbuhannya menghasilkan zat asam (O2) yang sangat diperlukan bagi makhluk hidup untuk pernapasan; (2) Sebagai pengatur lingkungan (mikro), vegetasi akan menimbulkan hawa lingkungan setempat menjadi sejuk, nyaman dan segar; (3) Pencipta lingkungan hidup (ekologis); (4) Penyeimbangan alam (adaphis) merupakan pembentukan tempat-tempat hidup alam bagi satwa yang hidup di sekitarnya; (5) Perlindungan (protektif), terhadap kondisi fisik alami sekitarnya (angin kencang, terik matahari, gas atau debu-debu); (6) Keindahan (estetika); (7) Kesehatan (hygiene); (8) Rekreasi dan pendidikan (edukatif); (9) Sosial politik ekonomi. Luar biasa kebermanfaatan hutan hijau kita, tidaklah heran bila hutannya dirusak maka akan berdampak sistemik terhadap keberlangsungan hidup kita.


Dalam bahasa penulis fungsi hutan selain hal diatas adalah sebagai “Torn Air” kolektif yang dikonsumsi sepanjang masyarakat ada, hutan adalah Torn Air milik bersama jaga jangan sampai bocor dan terbalik. Dampak rusaknya Torn Air akan mematikan perlahan kehidupan kita, karena air adalah sumber kehidupan, bahkan spiritualitas yang kita imani mengajarkan kehidupan diciptakan dari wilayah air. Bila torn air dirumah bermasalah dampaknya adalah personal tetapi bila hutan (torn air kolektif) sudah tidak menghasilkan sumber air lagi maka masalahnya adalah sistemik. Hutan adalah paru-paru / jantung tubuh, dalam ilmu kedokteran penyakit yang mematikan diantaranya adalah di organ vital seperti; paru-paru, jantung, ginjal dll. Menjarah hutan sama dengan merusak paru-paru dan jantung kita sendiri, membakar hutan sama dengan peroko pada tubuh kita. Dalam tataran mikro dan personal Muhamadiyah mengatakan merokok adalah haram , maka dalam tataran makro membakar hutan adalah “pembunuhan masal” ekosistem.


Caprico A. Hidayat (2008) menuliskan gelar dari Greenpeace bahwa Indonesia adalah ”perusak hutan no. 1” versi Guinness World Record di tahun 2007 . Pemerintah Indonesia tidak berdaya atas rusaknya hutan di negeri ini karena merusak hutan sudah menjadi budaya, dalam arti dilakukan oleh semua lapisan dan strata di masyarakat. Menutut penulis perusakan hutan kolektif ini adalah sebuah upaya para pemalas bermental perompak yang mencari keuntungan dengan melepaskan nilai-nilai environmental ethic, kesantunan mereka (maaf) jauh berada dibawah binatang-binatang yang ada di hutan.

Upaya yang harus dilakukan KLH dengan segera dan serius dalam konservasi hutan adalah; (1) KLH harus punya TV sendiri khusus menayangkan kebermanfaatan konservasi hutan bagi manusia, serta berbagai cara memelihara hutan lindung, KLH dengan TVnya menayangkan secara gencar para penjahat lingkungan hidup agar setiap perusakan lingkungan dalam pikiran masyarakat adalah sebuah tindakan yang tak layak dan memalukan; (2) Berikan sanksi hukum yang lebih berat bagi para pelaku kejahatan hutan; (3) Galakan PAUD CILIK (Pendidikan Anak Usia Dini Cinta Lingkungan) menuju generasi cinta lingkungan; (4) Libatkan tokoh non formal masyarakat setempat untuk memediasi konservasi hutan; (5) Berikan penghargaan yang tinggi pada para pecinta hutan dengan predikat tertentu dan kesejahteraan bila perlu. Masih sangat banyak upaya pelestarian hutan yang dapat penulis tuliskan intinya adalah kepedulian semua pihak.


Sebagai kesimpulan dalam penulisan essay ini konservasi hutan adalah suatu keniscayaan, bentuk langkah terbijaksana dalam menyelamatkan ekosistem dan sumber daya alam komoditas abadi masyarakat sekitar. Perusakan hutan sama dengan menghancurkan pundi-pundi air di gurun pasir yang akan menghentikan perjalanan khapilah yang masih sangat jauh. Pemerintah, masyarakat, Lembaga Swadaya Masyarakat, generasi muda, public figure, dan semua komponen harus memiliki empati yang sama terhadap lingkungan. Membangun mind set masyarakat cinta sangatlah sulit, tetapi sesulit apapun mesti disosialisasikan dan dilaksanakan secara berkelanjutan dan terus dievalusasi bersama. Para pejabat yang membangun villa-villa mewah di area hutan resapan air sama dengan sedang membocorkan torn air milik bersama demi kepentingan pribadi.


Ambil spirit cinta lingkungan dari almarhum Abdul Rozak __sekampung halaman dengan penulis__ pemenang penghargaan Kalpataru 1987, walaupun buta huruf tapi mata hati dan keluhuran jiwanya membaca apa yang dapat kita berikan untuk lingkungn dan anak cucunya kemudian. Kita generasi yang katanya cerdas dan cendikia tapi buta hurup untuk memahami kepentingan anak cucu kedepan. Ada spirit yang sama __maaf berlebihan__ antara Abdul Rojak dengan Abu Bakar yang sama-sama mengorbankan harta bendanya demi sesuatu yang dianggap paling benar untuk kehidupan, bedanya yang satu demi nlai-nila kesantnan terhadap lingkungan , satunya lagi demi nilai-nilai spiritualitas Yang Maha Agung.Ending kedunya adalah jadi seorang pahlawan, satu pahlawan lingkungan satunya lagi pahlawan agama.

SYUKUR "ANAKU " BUKAN ATHEIS LAGI

Walaupun aku bukan penganut agama yang baik, tapi rasanya aku memiliki tanggungjawab untuk mengarahkan muridku memilih Tuhannya. Walaupun aku cenderung mengarahkan Tuhan yang harus dia pilih adalah Tuhan yang aku pilih, tetapi pada akhirnya aku persilahkan ia memilih Tuhan dan agama yang paling dia suka. Pembicaraan tentang Tuhan dan agama yang mesti dipilih tidaklah berjalan dengan inten dan terjadwal, hanya kalau ada waktu yang baik terkadang aku menanyakannya. Sudahkah sekarang kamu beragama dan ber-Tuhan? Jawabannya kala itu selalu belum. Ia mengatakan saya baru tertarik pada sosok Dewi Kwan In. Aku katakana nggak apa-apa pelajari aja dulu semua yang menarik menurut kamu.

Saya selalu mengatakan pilihlah agama yang menurut kamu paling baik, walaupun aku katakan bahwa agama yang aku anut adalah agama yang baik. Penjelasan tentang alternatif agama yang mesti dianut aku tawarkan, hasilnya ia selalu pikir-pikir dan pilih-pilih dulu. Aku tertarik dengan muridku ini karena ia satu-satunya yang belum beragama dan ber-Tuhan, masih mencari Tuhan dan mencarai agama. Kalau semua muridku sudah memiliki agama karena warisan dan pilihannya, maka muridku ini kasihan ia tidak mendapatkan warisan teologis dari keluarganya.

Satu tahun saya biarkan ia mencari agama dan Tuhan yang ia angap paling baik.Tepat pada saat praktek pelajaran agama kelas XII sesudah UN di sekolah, ia meminta tolong padaku bahwa ia keberatan dan tak bisa membaca kitab suci Al Quran, guru agamnya menganggap ia beragama islam. Selama ia bersekolah ia mengaku beragama islam pada sekolahnya .

Aku bertanya agama kamu apa sekarang? Ia menjawab Kristen Katolik. Aku berpikir syukurlah ia sekarang sudah ber-Tuhan dan beragama, sebagai gurunya aku tidak mampu mengajak sesuai dengan agama yang aku anut. Saya katakan padanya semua penganut agama sama-sama berusaha mendekakatkan dirinya pada Tuhannya. Saya katakan syukurlah kamu sekarang sudah beragama dan ber-Tuhan bukan seorang atheis lagi. Semoga kamu lebih baik dengan agama pilihanmu, walaupun masih dalam perjalanan awal mencari Tuhan.