Minggu, 25 Oktober 2009

PENGABDIAN

TANTANGAN BERAT DUNIA KESISWAAN DI ERA GLOBALISASI

Oleh : Dudung Koswara
Era Globalisasi yang terus bergerak mendorong spirit kompetisi yang semakin kuat dalam kehidupan umat manusia , tidak mengenal siapa dan tidak bertanya dari negara mana, pokoknya globalisasi mengharuskan semua manusia bersaing secara ketat dalam berbagai lapangan kehidupan. Bangsa dan individu yang tidak mampu menjawab tantangan globalisasi ini akan menjadi korban dan penonton abadi dari sebuah perlombaan kemajuan zaman dimana iptek menjadi kuncinya. Cultural product dan material product era globalisasi akan di konsumsi oleh bangsa yang kalah dalam persaingan sementara pemenang akan terus berinovasi dan memproduksi. Mengalirlah segala keuntungan bagi sebuah bangsa yang unggul sebaliknya menderitalah bangsa yang inferior dan terbelakang.

Belajar sepanjang hayat dan terus memperbaiki diri adalah sebuah keharusan yang tidak dapat ditawar lagi bagi bangsa kita, semangat Kaizen Jepang dan filosofi Shinkansennya bagian tak terpisahkan bagi bangsa Jepang dalam merespon era globalisasi. Indonesia negeri kita wajib hukumnya untuk ikut berlomba dalam persaingan dunia yang tak kenal tawar menawar. Tidaklah salah kalau DR. H. M. Entang mengatakan tantangan abad 21 kalau tidak direspon dengan baik akan beresiko tinggi bagi kita bangsa Indonesia, dimana kompetensi manusia menjadi penentunya. Penulis merasa gelisah dengan kondisi pergaulan dunia yang semakin tanpa batas dan tanpa kompromi terhadap inkompetensi individu manusia. Dampak globalisasi ini akan semakin berbahaya bila menyentuh generasi muda dan golongan terpelajar kita sebagai harapan dan masa depan kita. Semua warga negara Indonesia mempunyai kewajiban dalam menyelamatkan generasi muda kita dari dampak buruk globalisasi dan sebaliknya semua warga negara Indonesia memiliki tugas yang sama untuk mengarahkan generasi muda kita agar menjadi pemain dan pemenang dalam era globalisasi.

Penulis sebagai praktisi pendidikan merasakan benar realitas dunia remaja pelajar__ yang merupakan bagian generasi muda terpenting Indonesia__ mulai memperlihatkan trend baru yang cenderung keluar dari tuntutan idealnya sebagai seorang remaja pelajar. Realitas idealnya seorang pelajar menghabiskan waktunya untuk belajar, selalu membawa perlengkapan belajar, patuh pada aturan sekolah , apresiatif pada mata pelajaran, dan cenderung berkelompok untuk belajar. Namun apa yang terjadi, penulis menemukan hal-hal yang kontradiktif dengan tuntutan ideal tadi, pelajar yang seharusnya senang belajar menjadi senang nongkrong, pelajar yang seharusnya senang membawa perlengkapan belajar ia lebih senang pada mode HPnya atau mode rambutnya, cat kukunya, softlens-nya, warna rambut, dan bahkan body piercing-nya.

Penulis sepakat dengan Drs. Muchlis Catio M.Ed, Kasubdit Kesiswaan Direktorat Pembinaan SMA yang menyarankan perlu perhatian lebih dalam mengapresiasi dan melayani kepentingan remaja pelajar kita. Muchlis Catio bahkan mengatakan kepedulian siswa terhadap lingkungan masyarakat sekitar, serta rasa sosial, dan nasionalitas mereka mulai berkurang. “Mereka asyik dengan diri sendiri. Di samping itu, pengaruh tayangan di televisi dan internet juga punya pengaruh yang kuat terhadap mereka, ” tegas Mukhlis Catio.

Jadi sangatlah tidak ringan manajemen kesiswaan di setiap sekolah seluruh Indonesia dalam mengapresiasi perkembangan dunia kesiswaan. Siswa tawuran, siswa narkoba, siswa geng motor, siswa pandalis, siswa “malam” dll. Mewarnai dunia kesiswaan Indonesia.Tidak jauh berbeda dengan Mukhlis Catio, Prof Dr. Indra Jati Sidi dalam Workshop Pembina Kesiswaan di Hotel Pusako Bukittinggi 2009, mengatakan bahwa para Pembina kesiswaan dan guru harus mampu memediatori segala bakat siswa dengan tidak harus melihat jumlahnya. Indra Jati mengendaki sekolah harus mampu menghargai kompetensi variatif siswa secara demokratis dan proaktif. Apresiasi yang baik dari Pembina Kesiswaan akan meminimalisir rasa prustasi siswa dalam kegiatan atau bidang pengembangan diri tertentu.

Penulis memiliki saran sederhana dan mengajak pada semua pembaca untuk mengapresiasi secara bijaksana geliat remaja pelajar kita dalam setiap satuan pendidikan yang kita geluti. Ada beberapa langkah yang menurut hemat penulis perlu dilakukan dalam menjawab tantangan berat dunia kesiswaan.

Konsep 4 D
Ada sebuah langkah aflikatif dalam membina dan melakukan pendekatan pada dunia kesiswaan yakni Didekati, Dikenali, Diapresiasi, Didampingi. Penulis sangat yakin Didekati adalah hal yang cukup ampuh untuk menarik remaja pelajar saling mempengaruhi, dekat menjadi kondisi memungkinkan untuk berbagi. Dikenali membuat suasana jadi berbeda karena ada dua pihak yang saling mengenal dan ada rasa yang sama saling memperhatikan maka tidak heran ada istilah tak kenal maka tak sayang. Diapresiasi membuat suasana menjadi bermakna karena ada yang memperhatikan dan memberikan penghargaan. Sifat dasar manusia ingin dihargai besar pula pada remaja pelajar kita yang sedang senang mencari perhatian, sehinga rasa kebanggaaan diri dapat terbangun dan melahirkan kepercayaan diri. Didampingi menjadikan suasana berharga karena ada perhatian melekat dari gurunya untuk memberikan reward atau masukan ketika ada sebuah kekurangan pada diri siswa dalam sebuah kegiatan.

Pendekatan, pengenalan, penghargaan, dan pendampingan hemat penulis dapat menjadi solusi terhadap jarak antara dua kelompok berkepentingan yakni kelompok remaja pelajar dan kelompok orang dewasa yakni guru. Siswa Indonesia harus mendapatkan “sesuatu” dari gurunya dalam mempersiapkan masa depannya. Tidaklah heran kalau pakar pendidikan Paulo Preire dan Maria Montesori begitu gigih dalam memperjuangkan dunia pendidikan agar lebih baik. Dunia kesiswaaan bagian tak terpisahkan dari dunia pendidikan di satuan pendidikan.

Kegiatan Ekstra Kurikuler
Dalam workshop pebinaan kesiswaan seluruh Indonesia yang diadakan di Sumatra Barat tahun 2009 seluruh peserta sepakat (termasuk penulis sebagai peserta) bahwa pembinaan kesiswaan harus lebih baik lagi menata kegiatan ekstra kurikuler siswa sebagai media ekspresi dunia siswa dengan berbagai kompetensinya. Paradigma yang sama terbangun pada peserta bahwa kegiatan-kegiatan kesiswaan yang termasuk ekstra kurikuler merupakan media mewadahi bakat siswa sekaligus mengurai atau mengekspresika enerji siswa yang lebih. Penyimpangan dan berbagai tindakan yang kurang baik dapat dilatar belakangi oleh tidak adanya fasilitas sekolah dalam mewadahi aktifitas positif siswa.

Guru melihat antusias -siswa bergeliat aktif, guru bersorak gembira -siswa bergerak ceria. Penulis berasumsi kalau sebuah sekolah mampu memediasi dan memfasilitasi setiap hobi positif siswanya akan melahirkan sebuah prestasi pengembangan diri siswa yang baik. Sekolah harus menjadi loving area bagi setiap siswa dengan berbagai fasilitas dan layanannya. Kalau seorang muslim mengatakan rumahku surgaku maka alangkah indanya bila seorang siswa mengatakan sekolahku surga remajaku dalam mengembangkan dirinya. Jadi kegiatan ekstra kurikuler hendaknya menjadi bagian tak terpisahkan dari pengembangan bakat dan sosialisasi siswa diluar KBM yang cenderung formalistik adminstratif. Kalu siswa di kelas menahan nafas karena beban belajar yang cukup banyak maka di ekstra kurikuler luar kelas siswa dapat mengeluarkan nafasnya dengan ceria sesuai dengan motivasi dan bakatnya masing-masing.

Wali Kelas Mitra Terdekat
Penulis masih ingat apa yang disampaikan oleh praktisi pendidikan Drs. Pipid Hudaya, MSi tentang peranan strategis wali kelas dalam membangun suasana kondusif di sekolah. Pipid beranggapan Wali Kelas merupakan Kepala Sekolah kecil yang harus mampu mengelola “sekolahnya” warganya adalah seluruh siswa sekelas. Penulis sebagai guru yang mendapat tugas tambahan pada dunia kesiswaan merasakan betapa kerjasama yang baik dengan para wali kelas sangatlah dibutuhkan, mengingat betapa strategisnya peranan wali kelas di sekolah. Wali kelas mampu menjadi orang tua akademis setelah siswa lepas dari orang tua biolgisnya di rumah. Wali kelas mengenal, wajah, nama, bakat, dan karakter siswa sehingga kedekatan ini menjadi referensi bagi ksesiswaaan dalam menjembatani pengembangan diri seorang siswa di satuan pendidikan.
Kepedulian para walikelas akan sangat-sangat membantu pengembangan diri seorang siswa pada satuan penddikan. Dunia kesiswaan peserta didik tanpa kepedulian dan keterlibatan para wali kelas sama dengan dunia anak tanpa bimbingan orang tua. Dalam prakteknya wali kelas dapat berperan ganda sebagai wakil kepala sekolah, wakil wakasek, wakil guru mata pelajaran dan mewakili orang tuanya di rumah. Pemahaman penulis dunia kesiswaan tanpa menjalin kerjasama yang baik dengan para wali kelas akan mengalami hambatan yang sangat berat, artinya bagian kesiswaan di sekolah bermitralah dengan wali kelas sebaik-baiknya. Wali kelas tanpa kesiswaan masih bisa lebih baik berbeda dengan kesiswaan tanpa wali kelas akan sangat repot. Pejabat kesiswaan peranannya sebagai koordinator siswa dalam beberapa hal sementara wali kelas sebagai penentu siswa di kelasnya dalam banyak hal-hal penting.

Demikian esai singkat sederhana dan apa adanya dari penulis semoga menjadi bahan koreksi bagi semua pembaca, dengan segala keterbatasan kompetensi yang kita miliki mari kita mengabdi dengan sungguh-sunguh pada dunia pendidikan semoga semua amal besar kita ini tidak menjadi kecil karena kecil semangat, bahkan sebaliknya semoga amal kita ini menjadi ladang ibadah yang besar di adapan Tuhan Yan Maha Cerdas, amin. Sekolah lain boleh punya segalanya, sekolah kita punya juaranya.
Selamat berjuang dan mengabdi guru-guru seluruh Indonesia , sukses bersama anda. Mari mengabdi dengan baik dan sunguh-sungguh dan mari berkomitmen mengundurkan diri dari profesi guru kalau hanya bekerja sekedar bekerja. Sindiran keras Indonesia dimerdekakan oleh guru dan Indonesia di rusak oleh guru bukan sindiran sederhana, tapi apresiasi dengan bijaksana. Satu sindiran lagi bagi profesi kita seandainya seorang guru mengajar dengan professional dan sesuai tuntutan profesi maka jasanya telah impas oleh gaji bulananya, agar tidak impas dan bernilai ibadah maka harus berbuat lebih , agar pada peserta didik benar-benar merasakan kebermaknaan kehadiran seorang guru yang telah mendorongnya menjadi manusia pembelajar.
Sejauh mana peranan kita sebagai seorang guru pada saat ini? Apakah kita berperan untuk kemajuan peserta didik pada kehidupan yang akan datang atau kita menghambat kemajuan peserta didik pada kehidupan yang akan datang? Apakah anda guru __meminjam istilah DR. M. Entang__yang berpengalaman atau penglamaan? Apakah anda guru __istilah penulis__penuh pengabdian atau guru abadi? Mari kita jawab masing-masing pada hati nurani kita. Selamat berjuang.